Rabu, 13 September 2017

SPINOZA

          Spinoza; Tuhan + Alam =Manusia

Jalan terdekat untuk meraih kemuliaan adalah dengan berusaha keras menjadi apa yang Anda inginkan dan sesuai dengan yang Anda pikirkan---Socrates

Hanya kepada orang yang halus perasaannya, keindahan dan Rahasia alam ini dibukakan Tuhan untuknya---Socrates

A. Riwayat Hidup
Baruch de Spinoza (24 November 1632 – 21 Februari 1677) lahir di kota Amsterdam dari pasangan Yahudi yang mengungsi dari Portugal akibat konflik keagamaan.  Nama panggilan Spinoza adalah "Bento" (Bahasa Portugis) Baruch (Bahasa Hebrew) dan Benedictus (Bahasa Latin)  artinya;  “yang diberkati”.  Dibesarkan dalam lingkungan  masyarakat yang masih percaya tahyul dan hal-hal yang bersifat tabu religious. Dalam kehidupannya tidak hanya belajar matematika dan ilmu-ilmu alam tetapi termasuk mempelajari bahasa Latin, Yunani, Belanda, Spayol, Perancis, Yahudi, Jerman, Hebrew, dan Italia.  Di usia 18 tahun pandangannya membuat marah komunitas Yahudi karena meragukan Kitab Suci sebagai Wahyu Allah, mengkritik posisi Imam Yahudi, mempertanyakan kedudukan bangsa Yahudi sebagai umat pilihan Yahweh dan keterlibatan Allah secara personal dalam sejarah manusia.
Sikap tersebut membuat para tokoh agama Yahudi saat itu menjadi gelisah dengan semua ajarannya.  Para tokoh agama terus  memaksa agar  kembali  keortodoksi agama namun tidak pernah berhasil sampai akhirnya tahun 1656 Spinoza di usir oleh keluarganya, dikucilkan dari Sinagoga bahkan dianggap mati oleh komunitasnya dengan berbagai cacian dan kutukan’; “terkutuklah dia (Spinoza) pada siang dan malam hari, terkutuklah saat ia berbaring dan bangun, terkutuklah kedatangan dan kepergianya; semoga allah tidak akan pernah sudi mengampuninya dan semoga murka-Nya turun atas orang ini ”. Karena percobaan pembunuhan oleh seorang Yahudi fanatic, Spinoza meninggalkan Amsterdam dan pergi ke Den Haag (1670).
Meskipun demikian, beliau tetap tenang mengatasi masalah hidupnya. Hingga Akhirnya beliau mengganti nama dirinya dengan Benedictus de Spinoza sebagai tanda kehidupan barunya.   Setelah dikucilkan dari Sinagoga, beliau mencari tempat tinggal di tengah-tengah kelompok Kristen yang telah mendapat pencerahan dengan membentuk suatu lingkungan filsafat dan akhirnya dipilih menjadi pemimpinnya. Dalam keadaan terkucilkan kehidupan beliau sangat sederhana (tidak merokok, jarang minum anggur, makan bubur encer, dan minum sedikit susu).  Spinoza mencari nafkah dengan bekerja sebagai pengasah lensa kacamata dan menjadi guru pribadi pada keluarga kaya kemudian berkenalan dengan tokoh-tokoh partai politik Belanda saat itu, seperti Jan de Witt. Spinoza sempat di kunjungi Leibnez, beberapa waktu sebelum penyakit TBC yang di deritanya semakin kronis dan merenggut nyawanya pada usia 47 tahun ( 1677 ).

B. Pemikiran Spinoza
Pemikiran Spinoza tertuang dalam karyanya, seperti: Ethica More Geometric Demonsrata (Etika dibuktikan secara geometris,1677), Renati Descartes Principorium Philosophiae (Prinsip Filsafat Descartes,1663), Tractatus Theologico-Politicus (Traktat Politisi-Teologis,1670), Tractactus de Intellectus Emendation (Traktat tentang perbaikan pemahaman,1677), dan Tractatus Politicus.  Salah satu pemikirannya yang  paling terkenal  tentang Doktrin Pantheisme; paham yang menitik beratkan bahwa Tuhan merupakan puncak dari keabsolutan tak terbatas yang memberi dampak atas keberadaannya terhadap realitas alam ini. Kalau menurut Hobbes alam adalah suatu realitas paling besar yang mengurusi segala macam yang ada, maka Spinoza memberikan analogi bahwa layaknya sebuah sungai,  Tuhan-lah yang berperan sebagai hulunya, sedang segala yang hadir sebagai aliran arus air yang menempati posisi manifestasi.  Spinoza ingin mengatakan bahwa Tuhan-lah Maha segala-galanya, substansi-Nya dan realitas alam merupakan satu kesatuan.
Sebagai pencetus Doktrin Pantheisme, menurut Spinoza bahwa jika suatu entitas terdefinisikan itu dikarenakan ada batasan-batasan yang membatasinya, tetapi berbeda dengan Tuhan; Tuhan adalah sesuatu yang seluruhnya positif dan tidak terbatas karena Dia absolut. Tuhan adalah suatu substansi yang mana menurutnya telah menciptakan seluruh dunia ini atau menciptakan dunia ini sekaligus sebagai bagian dari dunia itu sendiri.
Pandangan Spinoza tentang substansi tunggal merupakan tanggapannya terhadap Descartes mengenai  hubungan antara jiwa dan tubuh.  Sudah sejak lama dan begitu kuat menurut Spinoza, keyakinan orang mempercayai; immaterialisme, imortalitas jiwa dan adanya Tuhan dan  sudah sejak lama pula orang Yunani beranggapan bahwa yang ada hanyalah bahan materi, sehingga mereka materialisme. Sekarang,   tugas filsuf adalah menjelaskan material,  jiwa, Tuhan dan sebagainya. Dengan kata lain, tugas filsuf adalah menyelesaikan persoalan yang bertentangan antara immaterialisme dan materialisme.  Salah satu gagasan Spinoza memahami realitas absolut adalah subtansi tak terhingga; Allah.  Descartes melihat Allah sebagai substansi tidak membutuhkan yang lain untuk berada. Namun, disamping substansi sebagai realitas absolute, Descartes menerima substansi lain tidak berlaku secara absolut, melainkan relatif.  Berkaitan dengan substansi yang diajukan  Descartes, Spinoza melihat bahwa Descartes tidak memiliki komitmen yang akurat mendefinisikan substansi karena dalam kenyataan Descartes masih menerima adanya substansi yang lain. Di sinilah letak ketidak setujuan Spinoza dengan gagasan Descartes. Tetapi di sisi lain  Spinoza menerima gagasan Descartes bahwa substansi itu  sesuatu yang tidak membutuhkan yang lain, artinya substansi itu ialah suatu realitas yang mandiri, otonom, utuh satu dan tunggal.
Spinoza berpendapat bahwa substansi merupakan sesuatu yang ada dalam dirinya sendiri atau sesuatu yang tidak membutuhkan aspek lain untuk membentuk dirinya menjadi ada. Substansi berdiri sendiri dan membentuk dirinya sendiri (Causa Prima Non Causata).   Dalam tatanan ada  sebagai yang pertama dan murni (Primum Ontoligicium) sedang dalam sistem kelogisan  merupakan realitas yang pertama dan yang absolut (Primum Logicium). Dalam pandangan Spinoza, hanya ada satu substansi, dan substansi itu adalah “ Dia yang Tak Terhingga” atau “Allah”.   Tetapi selain Allah sebagai substansi, Spinoza juga melihat alam sebagai substansi sehingga Allah atau alam merupakan suatu kenyataan tunggal yang memiliki satu kesatuan.   Spinoza mengakui hanya ada satu substansi, tetapi didalam substansi  terkandung atribut-atribut (sifat hakiki) yang tak terhingga jumlahnya dan dari sekian banyak sifat hakiki hanya ada dua yang dapat diketahui  manusia, yaitu keluasan (Extension) dan pemikiran (Cogitatio). Bahwa res-extensa perpanjangan dari res-cogitans yang memiliki kebergantungan eksistensial sedang res-cogitans bergantung kepada Tuhan. Dengan demikian, segala sesuatu yang ada termasuk res-cogitans dan res-extensa adalah manifestasi Tuhan.   Allah sebagai keluasan (Deus Est Res Extensa) dan pemikiran (Deus Est Res Cogitans) sebagai dua hal yang memiliki substansi yang sama yang selanjutnya dalam ajaran tentang substansi tunggal, Allah atau alam (Deus Sive Natura) merupakan realitas yang absolute memiliki sifat abadi, tak terbatas, dan tunggal.  Karena Allah dan manusia sebagai satu-satunya substansi maka segala sesuatu yang ada  atau alam ini berasal dari Allah.
Di dalam diri manusia bukan  hanya fisik tetapi  meliputi mental atau mind/pikiran dan soul/jiwa.  Menurut Spinoza, jiwa adalah penggagas dari tubuh. Dalam artian menurut Spinoza, jika kita ingin memahami jiwa, maka kita harus memahami tubuh. Manusia adalah tubuh, yang berkaitan dan dibatasi oleh badan-badan lain, dan semua badan-badan ini adalah mode dari perpanjangan atribut ilahi. Setiap tubuh, bahkan setiap bagian dari semua tubuh diwakilkan oleh “an idea in the mind of God”/ide dalam pikiran Tuhan, bahwa setiap sesuatu yang merupakan perpanjangan dari atribut Tuhan adalah sama atau sesuai dengan pikiran Tuhan. Seperti contoh bahwa apa yang dilakukan oleh tubuh manusia merupakan bagian dari keinginan pikiran manusia itu sendiri. Maka dari itu, menurut pandangan Spinoza, manusia adalah bagian dari akal Tuhan.
Mengenai tubuh dan jiwa,  keduanya  suatu substansi yang memiliki kesamaan, hanya saja keduanya dilihat dari dua sudut pandang yang berbeda, yakni jiwa sebagai substansi berfikir dan tubuh sebagai substansi perpanjangan namun keduanya memliki relasi sebagai satu kesatuan, yakni apa yang menjadi kemauan dari tubuh, sepenuhnya dipersepsikan oleh pikiran di dalam jiwa.  Seperti  timbulnya rasa lapar awalnya dirasakan tubuh kemudian dipersepsikan oleh pikiran, dengan adanya rasa lapar yang mendera perut yang merupakan bagian dari tubuh, maka secara tidak langsung pikiran kita mempersepsi dan dipengaruhi oleh rasa lapar tersebut.  Maka kesimpulan atas gagasan Spinoza ini memberikan pemahaman kepada kita bahwa jiwa adalah merupakan ide dari tubuh.
Ia mengajarkan bahwa manusia merupakan satu kesatuan utuh, satu substansi yang mempunyai dua aspek, yakni jiwa dan tubuh.  dasar seluruh bangunan filsafatnya, menyamakan Tuhan dengan alam. Tuhan atau alam adalah satu-satunya substansi,  yang lain adalah perwujudan atau cara keberadaan Tuhan atau alam dari substansi yang satu dan sama.  Untuk  sampai kepada Allah, Spinoza mengatakan perlu adanya cinta. Cinta merupakan suatu bentuk pengenalan tertinggi terhadap Tuhan. Melalui cinta, Spinoza melihat bahwa kita bisa menerima segala sesuatu yang ada di alam, sehingga manusia menyerahkan diri seutuhnya kepada Tuhan sebagai realitas yang absolut. Berawal dari sinilah, Spinoza disebut sebagai filsuf yang tenggelam dalam Tuhan.
                                     
C. Ajaran tentang Etika
Pemikiran Spinoza yang terkenal adalah ajaran mengenai Substansi tunggal Allah atau alam. Tuhan dan alam semesta adalah satu dan Tuhan juga mempunyai bentuk yaitu seluruh alam material.  Pandangannya sangat naturalistik mengenai Allah, dunia, manusia dan pengetahuan berfungsi menjadi dasar filsafat moral dan berpusat pada pengendalian hawa nafsu yang mengarah pada kebajikan dan kebahagiaan. Dalam bukunya Eticha, Ordine Geometrico Demonstrata (Etika yang di buktikan secara Geometris, 1677)  Spinoza menjawab persoalaan persoaalan utama dari filsafat Dascartes tentang Allah, jiwa, dan dunia material yang dipikirkan sebagai satu kesatuan utuh.  Ia memulai filsafatnya dengan pengertian  sebstansi ; “Substansi adalah sesuatu yang berdiri sendiri, yang tidak tergantung kepada apapun juga yang lain. Substansi yang demikian itu tentu hanya ada satu saja, sebab seandainya ada dua substansi semacam itu, tentu akan ada nisbah antara keduanya. Padahal pengertian nisbah mengandung unsur ketergantungan. Substansi yang satu itu adalah Allah, Yang Esa, tiada batasnya secara mutlak”.  Sesuatu yang ada dalam dirinya sendiri dan di pikirkan oleh dirinya sendiri. Artinya sesuatu yang konsepnya tidak membutuhkan konsep lain untuk membentuknya “. Substansi adalah apa yang berdiri sendiri dan ada oleh dirinya sendiri.
Spinoza kemudian membedakan substansi dengan atribut, yakni sifat atau ciri khas yang melekat pada substansi. Sifat substansi;  abadi, tidak terbatas, mutlak, tunggal, dan sempurna sehingga hanya ada satu yang dapat memenuhi definisi tersebut yaitu; Allah.  Karena Allah  satu-satunya substansi, maka segala yang ada berasal dari Allah. Hal ini menunjukkan bahwa semua gejala pluralitas dalam alam baik bersifat fisik (manusia, flora dan fauna, bahkan bintang) maupun bersifat mental (perasaan, pemikiran, atau kehendak) tidak pernah berdiri sendiri melainkan tergantung sepenuhnya dan mutlak pada Allah.  Kalau Allah satu-satunya substansi, maka yang ada  berasal dari Allah dan semuanya merupakan bentuk pluralitas alam, dengan sifat jasmaniah (manusia, hewan dan tumbuhan) atau bersifat rohaniah (pemikiran, perasaan, atau bukan kehendak) bukan hal yang berdiri sendiri, melainkan keberadaanya mutlak bergantung pada Allah.
Untuk menyebut gejala dimaksud, Spinoza menggunakan  istilah Modi ; sebagai bentuk atau cara tertentu dari keluasan dan pemikiran.  Semua gejala dan realitas yang kita lihat dalam alam hanya merupakan modi dari Allah.  Dengan demikian realitas yang kita temukan di alam hanya modi dari Allah sebagai substansi tunggal.  Alam dan segala isinya identik dengan Allah secara prinsipil atau Deus sive natur (Allah atau alam).  Sebagai Allah, alam adalah Natura Naturans (alam yang melahirkan) sebagai asal-usul, sebagai sumber pemancaran, daya pencipta yang asli.  Sebagai dirinya sendiri, alam adalah Natura Naturata (alam yang dilahirkan) yaitu sebuah nama untuk alam dan Allah yang sama tetapi dipandang menurut perkembangannya yaitu alam yang kelihatan.  Menurut Spinoza pemikiran dan pengembangan adalah sifat-sifat Tuhan. Tuhan juga memiliki sifat-sifat lainnya yang tak terbatas jumlahnya, karena dia tidak terbatas dalam setiap aspek-Nya; tetapi sifat-sifat lain tersebut tidak kita ketahui.
Spinoza menolak ajaran Descartes bahwa realitas terdiri dari tiga substansi (Allah, Jiwa, dan materi). Baginya hanya ada satu substansi, Yakni Allah atau Alam. Selain itu juga persoalaan dualisme dalam filsafat Descartes juga berhasil di atasi. Menurut Spinoza; Descartes dalam memandang pemikiran (res cogitans, hakikat jiwa) dan keluasan (res extensa, hakikat tubuh) sebagai substansi yang berbeda pada manusia. Menurut Spinoza, jiwa pemikiran dan tubuh atau keluasan bukanlah dua substansi melainkan dua atribut illahi, yakni dari sekian banyak sifat Allah atau alam yang bisa di tangkap manusia.  Dua atribut ini membentuk manusia dan menjadikanya modus atau cara keberadaan Allah atau alam.  Manusia hanyalah modus Allah dan tersatukan denga-Nya, maka individualitas mutlak dan kebebasan manusia ---dua hal yang justru di tekankan dalam agama-agama monoteis ---harus di tolak.  Allah, yang oleh Spinoza dikatakan memiliki sifat tunggal Yang Esa merupakan kebijaksanaan menggunakan akal-pemikiran dalam menyelidiki Ada dan Esa-nya Tuhan. Ketuhanan bukan hanya suatu kepercayaan yang tidak bisa dibuktikan kebenarannya melalui akal pikiran, melainkan suatu kepercayaan yang berakar pada pengetahuan yang benar (yang sesuai dengan objeknya) yang diuji melalui logika akademi. Tegasnya, Ketuhanan adalah suatu kebenaran logis yang dapat dibutikan melalui kaidah-kaidah logika.
Spinoza menyusun etikanya dengan prinsip ilmu ukur (ordine geometric) atau suatu dalil umum. Menurut Spinoza dalil umum yang bisa ditemukan dari semua “pengada” adalah usaha untuk mempertahankan diri (Conatus) atau setiap mahluk berusaha sekuat tenaga untuk mempertahnkan keberadaanya   (Conatus Sese Conservandu ).   Pada manusia usaha tersebut didasari secara intelektual. Apabila sebaliknya (tidak bergairah, terhambat) akan menjadi kesedihan atau rasa sakit. Menentukan mana yang baik dan buruk bagi manusia; baik kalau mendukung memperoleh kenikmatan sedang buruk kalau menghambat dan membuat sedih. Kebahagaiaan akan terwujud jika kita tidak merasa sedih, tetapi nikmat.
Emosi aktif adalah perasaan senang yang kita peroleh berkat aktivitas mental atau kegiatan jiwa. Emosi aktif di dapatkan jika kita mengalami peningkatan pengertian. Saya bukan lagi objek pasif emosi, melainkan emosi mengikuti pengertian saya. Pemahaman yang paling tinggi yang bisa di capai manusia adalah mengenal Allah.  Allah adalah keseluruhan realitas. Semaikn kita mengerti Allah, semakin kita mencintai-Nya. Cinta yang didasarkan pada pemahaman intelektual tentang Allah adalah puncak etika dan kebahagiaan manusia. Kalau pemahaman kita sudah mencapai tertinggi ( mengenal dan mencintai Allah ) maka kita bisa menerima segala sesuatu yang ada di dalam sebagai kehendakn-Nya dan sanggup menyerahkan diri kepada-Nya. Ada dua hal yang penting menurut Spinoza yang berkaitan dengan kebebasaan dan kebahagiaan manusia. Pertama menurut Spinoza kebebasan tidak bersifat pasif, melainkan aktif. Dalam hal ini kita mengenal dan menyerahkan diri , secara intelektual menunjukan usaha atau kegiatan aktif. Kerena cinta kepada Allah juga bersifat intelektual bersifat karena didasarkan pengertian atau pemahaman belaka, bukan merupakan hubungan pribadi yang mengandaikan adanya keterkaitan dalam mencintai. Dalam cinta intelektual kepada Allah menurut Spinoza, kita bisa melihat segala sesuatu subspecie aeternitatis ( dari sudut kebandinganya ). Artinya, dalam diri Allah kita bisa memandang dalam sesuatu yang ada di dalam semesta ini secara menyeluruh, sehingga tidak ada lagi bagian-bagian yang saling terpisahkan entah berdasarkan ruang atau waktu. Bagi Spinoza Allah adalah alam dan alam adalah Allah. Tidak lebih dan tidak kurang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar